Tepat tiga bulan sebelum berpijak di negeri sakura, saya terlebih dahulu melakukan ‘perjalanan kelulusan’ alias graduation trip ke negeri anak benua, India. Mendatangi dua negara dengan kondisi yang jauh berbeda membuat saya membanding-bandingkan antara Jepang dan India.

Tidak ada rasa takut saat saya memijakkan kaki seorang diri di Haneda International Airport. Semua terlihat serba teratur, orang lokalnya pun sangat ramah dan enggak macem-macem. Padahal saat itu saya tiba di Tokyo tengah malam.

Akses ke pusat kota sangat mudah. Mau naik bus, kereta, atau taksi semua tersedia dengan pelayanan yang memuaskan. Jelas tarifnya, jelas destinasinya. Saat keluar dari kawasan bandara, saya merasa seperti dibawa oleh mesin waktu menuju masa depan. Negeri futuristik nan asik yang biasa hanya saya lihat dalam komik Doraemon seolah tersaji secara nyata di depan mata. Uwaaaow!

Kecanggihan Jepang bikin saya norak. Mau pipis dimanapun saya rela karena toiletnya canggih dan bersih. Mau jalan-jalan sendirian kemanapun dan pulang semalem apapun, insha Allah selamet.  Mau pake rok mini, baju nabrak atasan bunga-bunga dan bawahan rok zebra, sepatu hak tinggi tiga belas senti, enggak bakal ada yang melototin dengan tatapan aneh seolah-olah nanya, wei kenapa lo? Apalagi sampai digodain abang-abang kayak di sini.

Jalanan bersih banget. Sangking orang Jepang pada enggak nyampah, tempat sampah pun sulit dicari. Semua orang sangat mentaati peraturan yang ada. Jadi damai sekali rasanya…

Tapi hal tersebut mungkin biasa aja mengingat Jepang adalah negara maju. Lain halnya dengan India yang masih sama dengan kita: negara berkembang.

Saya pergi ke India bersama kedua orang teman saya. Tapi rasa was-was terus mengintai sepanjang perjalanan seolah saya pergi sendirian. Mulai dari baru berpijak di Netaji Subhash Chandra Bose International Airport, Kolkata, hingga saat akan hengkang dari bandara yang sama. Mungkin karena semuanya cewek dan tidak ada yang bisa dijadikan bodyguard.

Akses kemana pun harus mengandalkan keberanian dan kemampuan bersilat lidah dalam menawar harga. Tidak ada tarif yang pasti jika mau naik taksi atau rickshaw di India. Kalau mau naik bus hampir seluruh penumpangnya laki-laki.

Populasi laki-laki yang berkeliaran di India jauh lebih banyak daripada perempuan. Maka tidak heran jika kami sering mendapatkan tatapan  buas siap menerkam dari mereka. Walaupun pakai baju serba rapet, tetep aja tatapan mata yang tertuju enggak nyantai banget. Rasanya makin ngeri kelayapan sembarangan  apalagi mengingat saat itu India sedang marak kasus pemerkosaan.

Berbeda dengan di Jepang, naik taksi di India membuat saya merasa kembali ke tahun 60an. Mobilnya masih kuno tanpa AC, lalu lintas semrawut, macet lampu merah, dendang musik Bollywood, rombongan manusia menerobos jalan, gedung-gedung tua yang berdebu, rickshaw menukik salip kanan kiri. Belum lagi si abang rickshaw buang ingus tepat di samping jendela taksi yang saya naiki. Haiyyyaaaah!!

Selama di India saya rela menahan pipis sampe sakit perut. Atau tidak banyak minum biar enggak kebelet pipis. Untungnya cuma sembilan hari nahan-nahan pipis. Mungkin kalau sebulan udah sakit pinggang.

Kalaupun pipis di toilet umum, saya hanya mau di bandara. Pasalnya kalau mau pakai toilet di India sangat repot karena harus sembari memejamkan mata dan tahan napas. Bukan cuma di bau, tumpukan kotoran yang enggak disiram ganggu pemandangan banget. Kurang lebih begitu penjelasan Windy saat dia (dengan menyesal) pipis di tempat peristirahat di kota kecil Haryana.

Kosmos versus khaos.

Keteraturan Jepang melawan tidak teraturnya India. Manakah yang lebih saya suka? Jepang, ataukah India?

Image

Saya pilih India :p

Kalau untuk belajar, bekerja, atau tinggal, Jepang memang jauh lebih baik dan lebih aman pastinya. Tapi kalau untuk mencari petualangan, saya rasa Jepang bukan tujuan yang tepat. Jepang yang sangat teratur cenderung menimbulkan kebosanan. Rasanya dari hari ke hari hambar gitu-gitu aja.

Memang sih India sangat khaotik; acak, tidak teratur, semrawut. Tapi dibalik semrawutnya India selalu ada petualangan baru dan seru setiap saat. Ada aja lah kejadian-kejadian ngeselin dan aya aya wae yang memacu adrenalin dan menguji ketangguhan mental seorang pelancong.

Perjalanan memang enggak melulu soal destinasi. Tapi kalau ngomong soal destinasi, menurut saya destinasi wisata di India jauh lebih variatif, eksotis, dan cetar membahenol ketimbang di Jepang. Yaa beratnya medan perjalanan yang ditempuh akan terbayarkan oleh keeksotikan destinasi wisata di India.

Kan katanya backpacker kan…coba taklukan dulu medan negeri yang satu ini sebelum beranjak ke negeri sakura. 😀

12 thoughts on “Jepang atau India?

  1. 2 negeri yang sangat ingin aku kunjungi 🙂
    Pembahasannya menarik. Ditunggu tulisan lainnya ^^ mungkin ngebandingin orang-orangnya, makanannya, tempat2 eksotiknya beserta plus dan minusnya masing2 heheh 🙂

    1. Benar sekaleeeeh! Duit 2.5 juta bisa bertahan buat sembilan hari di India. Kalo di Jepang palingan cuma bisa buat empat hari XD

Leave a reply to Danan Wahyu Sumirat Cancel reply